Materi Khutbah Jum'at: Menjaga Diri dari Murka Allah dengan Sifat Malu

Khutbah Pertama

إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ. وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ. أَمَّا بَعْدُ:

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,

Marilah kita tingkatkan ketakwaan kita kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan sebenar-benarnya takwa.Ketakwaan yang tidak hanya di lisan, tetapi meresap ke dalam hati, tercermin dalam perbuatan, dan terjaga dalam setiap tutur kata.

Pada kesempatan yang mulia ini, izinkan khatib mengajak jamaah sekalian untuk merenungkan satu sifat luhur yang mulai tergerus oleh zaman. Sifat yang merupakan bagian dari iman dan pelindung dari murka Allah. Sifat itu adalah al-Haya’ atau rasa malu.

Seorang anak malu malu sedang mengaji dengan guru perempuannya

Rasa malu bukanlah kelemahan. Ia justru adalah kekuatan yang menahan seorang muslim dari perbuatan hina dan tercela. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda:

الإِيمَانُ بِضْعٌ وَسِتُّونَ شُعْبَةً، وَالْحَيَاءُ شُعْبَةٌ مِنَ الإِيمَانِ

“Iman itu memiliki lebih dari enam puluh cabang.Dan rasa malu adalah salah satu cabang iman.” (Muttafaqun ‘alaih).

Jika iman adalah pohon, maka rasa malu adalah dahan yang kokoh yang menghasilkan buah-buah akhlak mulia. Ketika dahan ini patah, maka pohon iman itu menjadi rentan dan mudah tumbang.

Hadirin yang dirahmati Allah,

Kita saat ini hidup di zaman yang penuh fitnah.Salah satu fitnah terbesar yang sering kita anggap remeh adalah fitnah entertaintmen dan kemudahan akses informasi.

Kita sekarang berada di zaman fitnah, salah satunya fitnah entertain yang selalu disuguhi sesuatu yang buat kita berlebihan untuk melihat ini itu, bahkan terkadang sesuatu tersebut hal yang tak perlu kita tahu. Bukan karena kita yang mencari tahu, tapi kemudahan akses yang membuat kita lalai.

Pernahkah kita merenung, berapa jam waktu kita habis untuk menggulir layar ponsel, menyaksikan hal-hal yang tidak penting, gosip yang tidak jelas, atau konten-konten yang justru merusak rasa malu? Kita menyibukkan diri dengan kehidupan orang lain yang tidak kita kenal, sementara urusan diri dan keluarga kita sendiri terbengkalai.

Ini adalah sebuah penyakit. Dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam sudah mengingatkan kita tentang ciri-ciri orang yang mulai dijauhkan dari kasih sayang Allah. Beliau bersabda:

إِنَّ اللَّهَ إِذَا أَرَادَ بِعَبْدٍ خَيْرًا اسْتَعْمَلَهُ». فَقِيلَ: كَيْفَ يَسْتَعْمِلُهُ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ: «يُوَفِّقُهُ لِعَمَلٍ صَالِحٍ قَبْلَ الْمَوْتِ

“Sesungguhnya jika Allah menghendaki kebaikan pada seorang hamba, maka Dia akan memanfaatkannya.”Ditanyakan, “Bagaimana Allah memanfaatkannya, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Allah memberinya taufik untuk beramal shalih sebelum kematiannya.” (HR. Ahmad dan Tirmidzi, hasan)

Sebaliknya, jika seseorang disibukkan dengan hal-hal yang sia-sia, itu adalah pertanda yang perlu diwaspadai. Semoga Allah menjaga kita dari melakukan hal-hal yang sia-sia, karena banyak orang yang melakukan hal yang tak bermanfaat dan menghabiskan waktu mereka dalam hal yang tak bermanfaat tersebut.

Bahkan, dalam sebuah atsar yang shahih dari Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhuma, beliau berkata:

إِنَّ اللَّهَ إِذَا كَرِهَ عَبْدًا أَلْهَاهُ بِالدُّنْيَا وَشُغِلَ قَلْبَهُ بِهَا، وَإِذَا أَحَبَّ عَبْدًا شَغَلَ قَلْبَهُ بِطَاعَتِهِ وَالْإِقْبَالِ عَلَيْهِ

“Sesungguhnya jika Allah membenci seorang hamba,Dia akan melalaikannya dengan urusan dunia dan menyibukkan hatinya dengan dunia. Dan jika Allah mencintai seorang hamba, Dia akan menyibukkan hatinya dengan ketaatan kepada-Nya dan menghadap kepada-Nya.”

Ini selaras dengan apa yang disabdakan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam:

مَنْ صَحَّتْ نِيَّتُهُ وَحَسُنَ عَمَلُهُ، أَرْشَدَهُ اللَّهُ وَوَفَّقَهُ لِلْعَمَلِ الصَّالِحِ، وَمَنْ فَسَدَتْ نِيَّتُهُ وَسَاءَ عَمَلُهُ، شُغِلَ بِمَا لَا يَنْفَعُهُ

“Barangsiapa yang niatnya baik dan amalnya baik,Allah akan memberinya petunjuk dan taufik untuk beramal shalih. Dan barangsiapa yang niatnya buruk dan amalnya buruk, dia akan disibukkan dengan hal-hal yang tidak bermanfaat baginya.”

Jadi, jika Allah tidak menyukai seseorang maka Allah akan sibukkan orang tersebut pada hal-hal yang tak bermanfaat. Tapi jika Allah mencintai seseorang, Allah akan beri dia pemahaman tentang agamanya. Semoga Allah jaga kita dari melakukan hal-hal yang tak bermanfaat.

Ma’asyiral muslimin,

Lihatlah realita di sekitar kita.Zaman sekarang kemudahan akses di masa ini, mulai dari sosial media, dan seringkali berita di sosial media, kita disuguhkan pada informasi yang tak terlalu perlu buat kita.

Parahnya, ada banyak sekali seseorang itu melakukan hal yang tak perlu kemudian menguploadnya di sosial media, sampai menyibukkan hari-harinya pada hal yang tak terlalu perlu tersebut.

Yang lebih memprihatinkan, bahkan tak jarang ada seorang perempuan tanpa rasa malu di jaman sekarang, bermudah-mudahan berjoget-joget di sosial medianya tanpa rasa malu, bahkan tak jarang padahal dia memiliki anak yang juga memiliki sosial media.

Di mana rasa malunya? Di mana harga dirinya? Ia rela menjual kehormatannya demi beberapa like dan komentar. Ia lupa bahwa setiap gerakan yang ia unggah adalah catatan amal yang akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah.

Rasa malu itu seperti handphone jadul di jaman sekarang, sudah mulai langka. Semoga kita selalu bisa menempatkan diri untuk menjaga harga diri ketika menggunakan handphone atau sosial media.

Imam Syafi’i Rahimahullah pernah berkata:

“Barangsiapa yang menampakkan aibnya (karena tidak punya malu), maka jangan menyalahkan orang yang mencacatnya.”

Ma’asyiral muslimin,

Malu adalah perisai.Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda:

الْحَيَاءُ لَا يَأْتِي إِلَّا بِخَيْرٍ

“Rasa malu tidaklah mendatangkan sesuatu kecuali kebaikan.”(Muttafaqun ‘alaih)

Malu akan menahan kita dari berkata kotor, dari mengunggah foto yang tidak pantas, dari menyebarkan gosip, dan dari menyia-nyiakan waktu untuk hal yang tidak berguna.

Malu memiliki dua jenis:

1. Malu Fitri: Rasa malu yang sudah menjadi bawaan sejak lahir.

2. Malu Imani: Rasa malu yang lahir dari iman. Inilah malu yang harus kita pupuk.

Seorang ulama salaf, Ibnu Qudamah Al-Maqdisi Rahimahullah dalam kitabnya Mukhtashar Minhaj al-Qashidin berkata: “Hakikat malu adalah sebuah sifat yang mendorong seseorang untuk meninggalkan perbuatan buruk dan menghalanginya dari menyia-nyiakan hak orang yang memiliki hak.”

Bagaimana cara memupuk rasa malu?

1. Mengenal Allah dengan Baik. Semakin kita mengenal Allah, Maha Melihat, Maha Mengetahui, maka rasa malu kepada-Nya akan semakin kuat. Kita akan malu jika Dia melihat kita di tempat yang Dia larang.

2. Mengingat Kematian dan Hisab. Bayangkan saat kita berdiri di hadapan Allah, dan semua unggahan, semua chat, semua tayangan yang kita saksikan dipertontonkan. Bukankah kita akan malu?

3. Bergaul dengan Orang-Orang yang Memiliki Rasa Malu. Lingkungan sangat mempengaruhi. Pilihlah teman-teman yang mengingatkan kita pada kebaikan, bukan yang mengajak pada kesia-siaan.

4. Berlatih untuk Menjaga Pandangan dan Lisan. Mulailah dari hal kecil. Menjaga apa yang kita lihat dan apa yang kita ucapkan adalah manifestasi dari rasa malu.

Ma’asyiral muslimin,

Mari kita jadikan ponsel dan sosial media kita sebagai alat ketaatan,bukan alat maksiat. Gunakan untuk menuntut ilmu, menyambung silaturahim yang baik, dan berdakwah. Bukan untuk menyibukkan diri pada hal yang tidak bermanfaat dan merusak rasa malu kita.

اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Materi Khutbah Jum'at: Menjaga Diri dari Murka Allah dengan Sifat Malu"

Posting Komentar